"PARA JENIUS ITU GILA"
Diantara 4 mitos yang telah disebutkan diatas, mitos ke 5 adalah mitos yang paling populer dan terikat dengan kuat disetiap kepala anak adam (terutama di Indonesia). Dan mitos ke 5 ini adalah mitos penghambat utama mengapa seseorang harus berpikir dua kali untuk menjadi jenius, mereka takut dianggap gila.
Jenius itu dapat melingkupi beberapa aspek, tidak hanya jenius akademik, tetapi ada jenius musik, jenius fisik, dan jenius visual.
Saya bisa juga menambahkan bahwa seringkali BUKAN SI JENIUS YANG GILA, MELAINKAN MASYARAKATNYA. Gallileo disiksa dan dan dipaksa untuk secara resmi menanggalkan pandangan-pandangan "Bid'ah"-nya agar bisa bertahan hidup, dan pandangan itu adalah tentang bumi yang berputar. Tomaso Campanella secara diam-diam menulis utopianya (City of the Sun) di atas potongan-potongan kertas saat ia dipenjara selama bertahun-tahun; mengapa ia dijebloskan di penjara tidak lain karena dia berani berpikir tentang sebuah masyarakat masa depan dimana semua orang setara. Socrates diadili, dijatuhi vonis, dan dihukum mati hanya karena pembicaraannya dengan pemuda di pasar.
Ini menunjukkan bagaimana masyarakat-masyarakat masa lalu (yang sering kali gila) menentang masa depan. Albert Einstein, sebagai contoh yang lebih kontemporer, cukup beruntung eksis di suatu masyarakat yang sudah lebih beradab, karena kalau tidak dia bisa saja mengalami nasib yang sama.
Jadi secara garis besar, para Jenius memiliki peluang yang sama untuk berakhir di rumah sakit jiwa seperti halnya orang-orang lain di dunia ini. Namun demikian ada tetapi-nya yang ini sangat penting: Orang jenius akan dikenang. Orang yang bukan jenius, dan berakhir di rumah sakit jiwa, hanya akan menjadi bagian dari statistik medis.